Pages

Thursday, February 21, 2008

Dosa Dapat Mengubah Nikmat

Hukum Alam (sunnah Kawniyyah)
Al-Quran mengaitkan antara amal individual dan perubahan sosial yang negatif maupun positif, dan menyatakan keterkaitan tersebut sebagai hukum alam. Misalnya Al-Quran berbicara tentang orang-orang yang menentang risalah dan pembawa risalah, kemudian mengaitkan penentangan tersebut dengan perubahan sosial, dan menyebutnya sebagai sunnatullah. Al-Quran menyatakan:

“Sesungguhnya jika tidak berbenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bobong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. Dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunub dengan sebebat-bebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telab terdabulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.” (Al-Ahzab/33: 60-63).

Al-Quran juga berbicara tentang kaum musyrik Quraisy, mengenai keinginan mereka untuk memperoleh petunjuk; kemudian mereka. menolak jalan yang benar setelah disampaikan ajakan kepada mereka. Semua itu disebabkan oleh kesombongan dan makar mereka yang sangat arogan. Kemudian Al-Quran menunjukkan akibat yang menimpa orang-orang yang sombong dan pembuat makar itu, sebagai konsekuensi adanya sunnatullah yang tidak berubah.

“Dan mereka bersumpab dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesunggubnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salab satu umat yang lain. 'Jatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambab kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran) karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tidaklab yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnatullah yang sudah berlaku atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui pe¬nyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (Fathir/35:42-43).

Kenyataan seperti itu dikemukakan oleh Al-Quran dengan ungkapan yang bermacam-macam. Al-Quran menyatakan:
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianu¬gerabkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri....” (Al-Anfal/ 8:53).

“Sesunggubnya Allah tidak mengubab keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Ar-Ra’d/13:11).

Al-Quran juga mengaitkan antara perilaku menyimpang dan kehidupan yang sengsara. la mengatakan:
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit...” (Thaha/20:124).

Al-Quran berbicara pula tentang musibah yang mengenai manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura/42:30).

Musibah-musibah itu tidak memiliki faktor gaib yang tak diketahui, dan tidak pula terjadi secara kebetulan, akan tetapi musibah itu adalah hasil perbuatan manusia. Namun, Islam tidak hanya mengaitkan kesengsaraan manusia itu dengan amal perbuatannya, tetapi kebahagiaannya pun adalah sebagai tebusan amal perbuatan yang telah dilakukan.

Al-Qur’an mengaitkan antara takwa dan kesejahteraan ekonomi:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf/ 7:96).

Keterkaitan antara kesengsaraan manusia dan malapetaka dengan perbuatannya merupakan hukum alam (sunnah kaumiyyah) yang tidak bertentangan dengan hukum yang lain yang ditetapkan oleh Islam. Sesungguhnya amal kebaikan, tobat, sedekah akan dapat menghindarkan manusia dari sanksi dan malapetaka. Karena sebenarnya kebajikan, sedekah, tobat merupakan manifestasi perubahan jiwa. Sedangkan perubahan jiwa itu sendiri juga menuntut adanya, sesuai dengan hukum alam, perubahan dalam jiwa manusia.

Konsep seperti itu diungkapkan oleh nash-nash Islam dalam berbagai gaya. Alah swt berfirman:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Ath-Thalaq/65:2).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: "Jika kamu telah sampai ke tepi sebuah nikmat, maka janganlah kamu membuat lari tepi yang lain karena kurangnya bersyukur. (Nahj Al-Balaghah, Syarh Al-Faydh, hlm. 1083)

Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa): "Allah tidak memberikan sebuah nikmat kepada seorang hamba dan mencabutnya kembali sampai hamba itu melakukan sebuah dosa yang membuat sahnya pencabutan nikmat darinya. " (Al-Kati, 3: 376)

Dia juga mengatakan: "Sesungguhnya Allah menetapkan qadha yang pasti, untuk tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba lalu mencabutnya kembali sampai dia melakukan sebuah dosa yang membuat sahnya pemberian kesengsaraan."(Al-Kafi, 3: 375-376)

Begitulah dosa keluar dari kerangka perbuatan individu, yang pada gilirannya akan menjalar kepada masyarakat. Dan begitulah hukum alam Ilahi yang tidak akan berubah.

Al-Quran menyebutkan cerita tentang individu dan kaum yang berkaitan dengan hukum alam tersebut, hukum keterkaitan antara dosa dan dicabutnya nikmat, antara takwa dan melimpahnya nikmat. Untuk memperjelas persoalan ini, saya akan kemukakan dua kisah: kisah Yusuf yang mencerminkan ketakwaan seorang individu dan kisah kezaliman kaum Saba' yang merambah menjadi dosa sosial.

Yusuf Pahlawan Ketakwaan
Kisah Yusuf membuahkan pelajaran yang agung dan anggun. Allah menghendaki agar Yusuf dipindahkan ke Mesir. Dia dijual di sana dengan harga yang sangat murah, beberapa keping dirham. Pembelinya adalah seorang bangsawan Mesir, dan berkata kepada istrinya: "Hormatilah ia, siapa tahu dia akan membawa kebaikan buat kita atau dapat diambil sebagai anak angkat." Yusuf mulai menginjakkan kakinya di istana bangsawan itu. Di dalam istana itu tinggal seorang istri bangsawan yang hanya memikirkan bagaimana cara memperoleh kenikmatan dirinya dan memuaskan hawa nafsunya. Dia tidak pula mempunyai ambisi kecuali menambahkan kepuasan seksual pada dirinya.

Kedatangan Yusuf, sang pemuda yang tampan ke istana ini, semakin mendorong wanita tersebut untuk membuat strategi bagaimana caranya memanfaatkan Yusuf dan memuaskan hawa nafsunya yang liar. Apa lagi yang dapat mencegah wanita seperti itu untuk tidak tunduk kepada panggilan hawa nafsu liar itu. Hanya iman yang dapat mengendalikan nafsu seksualnya. Tak ada sebutir iman pun di hati Zulaykha. Dan oleh karena itu, dia mempersiapkan segala cara untuk menjebak Yusuf agar mau menurutinya. Seperti yang diungkapkan dalam Al-Quran:

"Dan wanita (Zulaykha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata: "Marilah ke sini...". (Yusuf/12:23).

Pada saat-saat seperti itu Yusuf melampaui ujian yang sangat berat. Dia seorang pemuda yang memiliki nafsu seksual sebagaimana layaknya pemuda yang nafsu birahinya sedang bergejolak. Di hadapannya ada Zulaykha yang sangat cantik dan bertingkah secara berlebihan. Yusuf berada dalam ruangan tertutup itu, yang jauh dari penglihatan orang. Ruangan itu dihiasi dengan ornamen-ornamen yang sangat indah dan menawan, serta dipasangi kelambu yang terbuat dari kain sutera halus, yang membangkitkan nafsu birahi manusia.

Di samping itu, ada permintaan yang sangat kuat dan berulang-ulang dari Zulaykha. Di depan faktor-faktor yang menunjang terhadap keterjerumusan kepada kubangan syahwat itu, Yusuf tampak tegar dan kokoh. Dia lari kepada Allah dari bisikan setan dan menang. Benteng pertahanan imannya semakin kokoh.

Lalu apa hasilnya?
Tahun demi tahun berlalu, lalu terungkaplah kedudukan, kebenaran, dan kejujuran Yusuf di hadapan sang bangsawan. Dia memanggilnya.

“Dan raja itu berkata: "Bawalab Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku..." Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata: "Sesungguhnya kamu mulai hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya di sisi kami." (Yusuf/12:54).

Setelah Yusuf memperoleh kepercayaan raja tersebut, dia ingin menjadi penanggung jawab urusan yang sesuai dengan kemampuannya dengan tujuan hendak berkhidmat kepada manusia.

"Berkata Yusuf: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan'." (Yusuf/2:55).

Begitulah Allah SWT memberikan kedudukan yang mulia kepada Yusuf.
“Dan demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu....” (Yusuf/12:56).

Setelah Yusuf berjumpa dengan sdudara-saudaranya, maka terheranlah mereka terhadap kedudukan yang diperoleh Yusuf. Yusuf pun menjelaskan kepada mereka dengan ungkapan yang singkat atas apa yang terjadi pada hari itu di istana bangsawan (raja) Mesir. Dia mengatakan:

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf/12:90).

Jika saja Yusuf tergelincir pada kubangan nafsu syahwatnya, pasti dia tidak sampai pada kedudukan tinggi tersebut, dan tidak akan memperoleh kepercayaan yang penuh dari raja. Ketakwaannyalah yang dapat mengangkatnya pada derajat yang tinggi. Kesabaran dan ketegarannya yang menjadikannya sebagai pembenar (ash-shiddiq) dan orang saleh yang menaburkan kebaikan kepada keluarga dan masyarakatnya.

Kezaliman Kaum Saba'
Ketika Al-Quran Al-Karim berbicara tentang umat-umat di masa silam, ia selalu mengaitkan antara hilangnya nikmat pada umat-umat tersebut akibat dosa dan kemaksiatan yang dilakukan oleh mereka.

Allah SWT berfirman:
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudaban orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka...” (Al-Mu’min/40:21).

Tentang hukum alam itu, Allah SWT berfirman:
“(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir`aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka meng¬ingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan oleh dosa-dosa mereka...” (Al-Anfal/8:52).

Berkenaan dengan kaum Saba' ini, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya." (Negerimu) adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atal dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu) melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (Saba’/34:15¬17).

Kisah Kaum Saba'
Negeri Yaman terletak di sebelah barat daya Jazirah Arabia yang selamanya menjadi incaran orang, dan diperebutkan oleh berbagai negeri. Negeri itu dikuasai cukup lama oleh Iran di zaman Sasanid. Semua itu disebabkan oleh letak negeri Yaman yang sangat strategis, dan hasilnya yang sangat menyenangkan sehingga disebut dengan Yaman Bahagia (Al-Yaman AI-Sdid).

Setelah beberapa abad, Yaman memperoleh kemerdekaannya. Yaitu pada zaman raja-raja Saba'. Dituturkan bahwa kaum Saba' mendirikan negara ' mereka pada abad kesembilan sebelum Masehi, dan berlangsung selama enam ratus tahun. Penggalian yang dilakukan oleh antropolog di wilayah itu menunjukkan bahwa negeri itu memang mencapai kemajuan yang sangat dahsyat di bidang peradaban, ilmu pengetahuan dan arsitektur. (tafsir Majma' Al-Bayan)

Salah satu bentuk peninggalan raja Saba' ialah bendungan Ma'rib. Ma'rib adalah ibukota negeri Saba' di masa silam, yang terletak di sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Bendungan yang besar itu memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menghidupkan tanah-tanah pertanian, dan mengubah kota-kota di sekitarnya menjadi surga-surga yang ditumbuhi tanaman yang dapat dipetik buahnya sepanjang masa. Kota-kota itu disebut demikian, karena banyak sekali ladang-ladang dan kebun-kebun pertanian di sana.

Penduduk negeri yang dilimpahi berbagai nikmat itu bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah Dia berikan, tetapi mereka melakukan kezaliman dan tenggelam dalam kubangan nafsu syahwat yang dapat mencabut nikmat-nikmat tersebut. Penduduk negeri itu juga berhadapan dengan para nabi dan menolak ajaran mereka. Akhirnya, pantaslah bila mereka diberi azab oleh-Nya. Lalu Allah mengirimkan banjir bandang yang sangat besar, menghancurkan bendungan, membabat habis ladang-ladang pertanian, dan meluluh-lantakkan segala yang diterjangnya, sampai kota-kota pun rata dengan tanah.

Imam Ali zainal Abidin (sa) mengatakan: "Dosa yang dapat mengubah nikmat ialah: menzalimi manusia, menyimpang dari kebiasaan yang baik dan perbuatan yang makruf, mengingkari nikmat, dan tidak bersyukur." (Ma’anil Akhbar: 270)

Wassalam
Syamsuri Rifai

Amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah dan doa-doa pilihan, Artikel-artikel Islami, klik di sini :
http://shalatdoa.blogspot.com
http://syamsuri149.wordpress.com

Milis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa

Milis FengShui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran, rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini :
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami

No comments:

Followers