Pages

Thursday, January 17, 2008

Tragedi Karbala dan Khilafah Islamiyah

Kita sekarang berada di bulan Muharam. Bulan berduka bagi keluarga Nabi saw dan pengikutnya. Di bulan ini terjadi tragedi Karbala, peristiwa yang paling tragis dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Tragedi Karbala terjadi pada 10 Muharram 61 H. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Asyura. Hampir semua kaum muslimin di Indonesia mengenal Asyura. Sehingga
di Padang, Riau dan Aceh diadakan upaca Tabut, bahkan tarian Saman Aceh diduga sebagai jejak upacara ratapan Asyura, di Jawa diadakan upacara saling antar bubur Suro, tidak melangsung ucapara bersenang-senang seperti perkawinan dan lainnya, juga di Madura ditradisikan saling antar bubur pedas, juga masyarakat muslim di daerah-daerah nelayan enggan melaut, semua ini menyimbolkan kepedihan Asyura, tragedi Karbala.

Peristiwa Karbala adalah peristiwa dimana kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman saling berhadapan. Semestinya tidak ada seorang pun muslim yang meragukan peristiwa ini, yakni dengan bersikap netral. Ketika Al-Husein bin Abi Thalib (sa) dan pasukannya berhadapan dengan Yazid bin Muawiyah dan pasukannya, maka ini berarti telah berhadapan antara kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, para pecinta jabatan dengan pecinta Allah, dan pelahap dunia dengan pengharap akhirat. Dua kubu ini tidak pernah bersatu sejak zaman para nabi terdahulu, sejak zaman Rasulullah saw hingga zaman kita sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Jika terjadi kedua kubu ini bersatu, itu adalah kepura-puraan dan kemunafikan, bukan perjuangan kebenaran dan keadilan yang sejati.

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah berkata: Ketika telah berhadapan antara pasukan kebenaran dengan pasukan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, kemudian ada orang yang netral maka doronglah ia pada musuh. Kebenaran ini telah membuktikan keberadaannya dalam kehidupan kita sekarang.

Dalam perjuangan tidak boleh ada orang-orang yang netral, karena sikap ini akan membahayakan perjuangan itu sendiri. Dengan sikap netral mereka akan mudah membaca peluang dan kesempatan untuk meraih dunia dan jabatan. Sehingga saat musuh menawarkan dunia dan jabatan, mereka akan dengan mudahnya meninggalkan pemimpin yang sholeh dan perjuangannya. Kemudian menjual kepada musuh rahasia-rahasia perjuangan dengan jabatan dan dunia. Bukankah hal ini yang banyak terjadi dalam perjuangan ummat Islam dari dulu hingga sekarang.

Sekiranya dalam perjuangan ummat Islam di dunia tidak ada mereka yang netral, para pencari jabatan dan pelahap dunia, niscaya Islam dan ummatnya sudah berjaya sejak dulu, dan Israil tidak menguasai ummat Islam.

Kejadian inilah yang dialami oleh pejuang kebenaran dan keadilan, Al-Husein (sa) cucu tercinta Rasulullah saw dikhianati oleh orang-orang Kufah yang awalnya berjanji untuk berbaiat kepadanya, tapi ternyata mereka menghadang Al-Husein (sa) dan rombongannya dengan hunusan pedang. Mengapa mereka berbalik 100 derajat? Karena mereka mengharap janji-janji Yazid dan Ibnu Ziyad berupa jabatan dan dunia. Di sisi yang lain mereka mengenal bahwa pribadi Al-Husein (sa) bersikap tegas terhadap para pengharap jabatan dan pelahap dunia, tidak pernah kompromi terhadap kezaliman dan kebatilan.

Kita harus mengambil pelajaran dari peristiwa Karbala dan perang Uhud. Mengapa secara fisik, bukan secara mental dan ruhani, pihak pejuang kebenaran dan keadilan menderita kekalahan? Jelas ini disebabkan oleh mental kaum muslimin. Bukan disebabkan oleh pemimpin yang suci dan perjuangan itu sendiri.

Khilafah Islamiyah?
Akankah kita mengulang kejadian zaman dulu? Memperjuangkan Khilafah Islamiyah, tapi menindas dan membunuh orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Simbol-simbol Islam dijadikan alat untuk menindas orang-orang yang lemah, memeras keringat rakyat kecil dan darah kaum muslimin. Ini jelas menyalahi prinsip Islam. Kita ummat Islam tidak boleh mencontoh sikap dan mental Yazid bin Muawiyah yang membangun khilafah Islamiyah dengan simbol-simbol keislaman dan jubahnya untuk mengelabui ummat Islam, dan membunuh Al-Husein (sa) manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah saw.

Duhai saudara-saudaraku kaum muslimin, marilah kita renungi dengan pikiran yang bersih dan hati yang suci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:

1) Mengapa Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein? Padahal tentang Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein (sa) Rasulullah saw bersabda:

“Aku memerangi orang yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.” (Shahih At-Tirmidzi 2/319, bab 61, hadis ke 3870)

“Aku memerangi orang yang memerangi kalian, dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.” (Musnad Ahmad 2/442, hadis ke 9405)

2) Mengapa pasukan Ibu Ziyad melancarkan anak-anak panah ke tubuh Al-Husein (sa), dan Syimir menyembelih lehernya ssehingga terpisah dari tubuhnya? Padahal Ummul Fadhel pernah bercerita: Aku melihat di rumahku seolah-olah ada bagian dari tubuh Rasulullah saw. Lalu aku datang kepada Rasulullah saw menceritakan kejadian ini. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Apa yang kamu lihat itu adalah kebaikan, Fatimah akan melahirkan seorang bayi, dan kamu akan menyusuinya.” (Musnad Ahmad 6: 399, hadis ke 26334)

Usamah bin Zaid berkata: Pada suatu malam aku datang kepada Nabi saw karena suatu keperluan, lalu beliau keluar rumah dan menyelimuti sesuatu, aku tidak tahu apa yang diselimuti. Setelah selesai keperluanku, aku bertanya: Apa yang engkau selimuti? Kemudian Rasulullah saw membukanya: Ternyata beliau menggendong Hasan dan Husein. Lalu beliau bersabda: “Kedua anak ini adalah puteraku dan putera dari puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya, jadikan aku menyayangi dan mencintai keduanya.” (Shahih Tirmidzi 2: 240, hadis ke 3769)

3) Mengapa pasukan Ibnu Yazid dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein (as)? Dan akankah kita kaum muslimin bersikap netral dalam peristiwa Karbala, sementara Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw:

“Barangsiapa yang mencintai Al-Hasan dan Al-Husein ia telah mencintaiku, dan barangsiapa yang membenci keduanya ia telah membenciku.” (Shahih Ibnu Majah, ttg keutamaan Al-Hasan dan Al-Husein)

Rasulullah saw juga bersabda:
“Al-Hasan dan Al-Husein adalah puteraku, barangsiapa yang mencintai keduanya ia mencintaiku, barangsiapa yang mencintaiku ia dicintai oleh Allah, dan barangsiapa yang dicintai oleh Allah ia akan masuk surga. Barangsiapa yang membenci keduanya ia membenciku, barangsiapa yang membenciku ia dibenci oleh Allah, dan barangsiapa yang dibenci oleh ia akan masuk neraka.” Al-Hakim berkata: Hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim. (Mustadrak Al-Hakim 3: 166)

4) Mengapa Ibnu Ziyad menusukkan tombaknya ke mulut Al-Husein (sa) yang kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya? Padahal Abu Ya’la bin Marrah pernah menuturkan: Sesungguhnya Nabi saw memeluk Al-Husein dan mengelus kepalanya, lalu mencium mulutnya. (Dzakhair Al-Uqba: 126)

Anas bin Malik berkata: Ketika Al-Husein (as) terbunuh, kepalanya dipersembahkan kepada Ibnu Ziyad, lalu ia menusukkan tombaknya pada gigi Al-Husein, sambil berkata: Jika Husein punya gigi muka... Aku (Anas bin Malik) berkata dalam diriku: Celaka kamu, sungguh aku melihat Rasulullah saw telah mencium mulut Al-Husein yang kamu tusuk dengan tombakmu. (Mustadrak Al-Hakim 3: 177; Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah Ibnu Hajar, bab 11 hlm 118)

5) Bagaimana mungkin kita tidak membela Al-Husein (sa) dan mencontoh pribadinya? Sementara Abu Said Al-Khudri pernah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Al-Hasan dan Al-Husein adalah penghulu pemuda ahli surga.” (Shahih Tirmidzi 2: 306, hadis ke 3768; Musnad Ahmad 3: 3, 62 dan 82, hadis ke 10616)

6) Apakah Allah swt tidak menurunkan pertolongan terhadap Al-Husein (sa) dan rombongannya? Padahal Ibnu Abbas pernah berkata bahwa Rasulullah saw mendoakan Al-Hasan dan Husein (sa) dalam sabdanya: “Sesungguhnya orang tua kalian berdua mendoakan perlindungan bagi kalian berdua seperti doa perlindungan yang dipanjatkan oleh Ibrahim untuk Ismail dan Ishaq (as).” (Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan; Shahih Tirmidzi1: 6, bab 18, hadis ke 2060)

Tentang mengapa para pejuang kebenaran dan keadilan kalah secara fisik? Tentu jawabannya, kekalahan itu tidak disebabkan oleh pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Tetapi oleh kondisi ummat Islam saat itu. Sekiranya ummat Islam saat itu, khususnya penduduk Kufah yang awalnya akan berbait kepada Al-Husein (sa), mereka berpihak kepadanya, tentulah missi Al-Husein (sa) akan tegak di muka bumi secara fisik dan ruhani, dan nasib ummat Islam tidak seperti sekarang ini. Sebagaimana yang dicatat oleh sejarah bahwa missi Al-Husein (sa) hanya didukung dan disertai tidak lebih dari 73 orang, itu pun sebagian mereka terdiri dari wanita dan anak-anak kecil.

Jika kita masih bersikeras mempersoalkan Allah swt Maha Kuasa memberi pertolongan dan kemenangan, maka jawabannya hampir sama dengan mengapa pasukan Islam menderita kekalahan dalam perang Uhud, padahal di situ ada orang yang paling dicintai oleh Allah swt yaitu Rasulullah saw, bahkan hampir-hampir beliau menjadi korban akibat perebutan harta rampasan dari pihak pasukan Islam.

Jadi, di sini jelas bahwa kekalahan dalam perjuangan kebenaran dan keadilan adalah disebabkan oleh pengkhianatan, kemunafikan, kegilaan terhadap jabatan, kerakusan terhadap dunia, dan mental setengah hati alias netral.

Jika dalam perjuangan Islam ada orang-orang yang bermental seperti itu, maka yang akan menjadi korban adalah pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Jika kita ingin menegakkan Khilafah Islamiyah, maka benahi dulu mental para pejuangnya. Agar Khilafah Islamiyah tidak dijadikan pembungkus kezaliman dan penindasan seperti yang dibangun oleh Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyah.

Dalam perjuangan dibutuhkan pemimpin yang berani, cerdas dan suci. Yang didukung oleh para pejuang yang sejati, memiliki pandangan yang luas dan berhati bersih, tidak berkhianat, tidak gila jabatan dan tidak racus terhadap dunia. Jika mental ini belum menghunjam ke dalam pikiran dan hati kaum muslimin, maka jangan diharapkan Khilafah Islamiyah yang sebenarnya akan tegak di muka bumi.

Kita harus banyak belajar dari peristiwa sejarah. Bukankah kita menyaksikan betapa banyak korban para pejuang Palestina dan ummat Islam di sana. Mengapa hingga sekarang ummat Islam tidak mampu melumpuhkan kekuatan Israil padahal secara kwantitas jumlahnya jauh lebih kecil ketimbang ummat Islam? Mengapa para pejuangan kebenaran dan keadilan di Indonesia juga tidak mampu menghancurkan kezaliman dan penindasan padahal nurani rakyat kecil mendambakan keadilan dan kesejahteraan? Jawabannya sama, sunnatullah itu berlaku dari dulu hingga sekarang, dan dimana saja. Allah swt berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu bangsa, sehingga mereka merubah mental mereka." (Ar-Ra'd: 11)
Wassalam
Syamsuri Rifai

Anda ingin kisah Tragedi Karbala yang menyayat hati, ziarah Asyura dan doanya, juga Amalan Praktis dan doa-doa pilihan, klik di sini:
http://shalatdoa.blogspot.com
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa

Ingin info periklanan dan usaha online, klik di sini:
http://infor-indo.blogspot.com
http://pengusahaonline.com/?id=Syamsuri

No comments:

Followers